Pada tanggal 29
agustus 2012 yang lalu, Team leader, Korpro Jabar, beserta tim fasilitator
Kabupaten Bandung, melakukan kunjungan kerja monitoring ke sekolah dampingan
terjauh di Kabupaten Bandung, yakni di Kecamatan Kertasari. Meskipun
direncanakan tim berangkat pukul 08.00 dari kantor, namun ternyata baru pukul
09.00 tim baru bisa berangkat, maklum, saling menunggu. Pukul 09.00 Tim memulai
perjalanan, melintasi wilayah kota Bandung menuju Kabupaten Bandung, mulai
dari jalan aspal mulus, sampai jalan berbatu dan berlubang. Hingga sekitar pukul 11.00, tim sampai di wilayah Kertasari.
dari jalan aspal mulus, sampai jalan berbatu dan berlubang. Hingga sekitar pukul 11.00, tim sampai di wilayah Kertasari.
Sekolah yang akan dikunjungi ada dua, yakni SDN Kertasari 1 dan SDN
Kertasari 2, letaknya berdekatan. Kedua SD tersebut terletak di tengah-tengah
perkebunan Lonsum (London- Sumatera), kertasari. Ketika tim tiba di SDN
Kertasari 1, ternyata masih ada anak anak yang bersekolah. Tim kemudian
melihat-lihat kondisi 3 kelas yang sudah mulai dibongkar, namun kegiatan
pembangunan belum dilanjutkan, karena para tukang masih libur lebaran. Kemudian
berdiskusi dengan Kepala Sekolah; Ibu Beti. Tidak berapa lama, Pak Asep, kepala
Sekolah SDN Kertasari 2, datang bergabung. Menurut beliau, daripada
menunggu-nunggu, lebih baik beliau yang mendatangi tim.
Pak Asep orangnya
sangat senang bercanda (sampai sampai kami tidak tahu, kapan beliau serius,
kapan bercanda). Teman-teman yang sudah pernah berkunjung dan berdiskusi dengan
beliau sebenarnya agak tidak percaya diri, karena saat kunjungan pertama,
beliau menyampaikan pernyataan-pernyataan yang membuat mental fasilitator agak
‘down’, misalnya: “ah, disini mah gempa enggak penting. Yang penting
keamanan. Buat apa aman gempa, kalau tiap hari ada maling masuk?” itu argumen
beliau pada saat menolak merehabilitasi kelas, sesuai aturan (dimana engsel
pintu terletak diluar, supaya bukaan pintu mengarah keluar) “ cara begitu mah, engsel gampang dicongkel rampok atuh”.
Kemudian, pada saat
ditanyakan, mengapa SD Kertasari 2 tidak akan mengganti kerangka atap dan
genteng, dengan , misalnya: kerangka baja ringan? Beliau beralasan bahwa SD-nya
terletak di dataran yang terbuka terhadap angin. Pedoman bangunan sekolah aman,
menurut beliau, tidak memasukkan bencana puting beliung atau angin. “ angin
disini sifatnya bisa mengangkat atap, seperti menyingkap rok perempuan,
sehingga dibutuhkan bahan yang berat’. Sebagai catatan, diskusi ini berlangsung
pada saat tim berada di SD Kertasari 1, yang tidak terlalu banyak kena angin.
Beliau mengajak tim untuk mengunjungi sekolahnya setelah diskusi.
Hal lain yang membuat Tim Fasilitator kuatir adalah keinginan kepala Sekolah untuk segera menyelesaikan proses pembangunan. Pada saat diklarifikasi, mengapa beliau begitu ingin proses rehabilitasi segera selesai, ternyata beliau beralasan pertengahan bulan September 2012 ini akan menunaikan ibadah haji. Sehingga menurut beliau, lebih cepat selesai, lebih baik. Soal cara ini salah atau benar, menurut beliau di Indonesia berlaku aturan: salah ditambah salah = benar, jika kesalahan dilakukan sama-sama, maka hal itu akan menjadi kebenaran.
Namun ketika tim
memberi saran-saran dan masukan, ternyata Pak Asep dan Ibu Beti bersedia
mengikuti aturan. Termasuk soal pintu, mereka berdua akan mengganti dengan
model dua pintu yang membuka keluar, sebagaimana masukan tim. Mereka juga
menyatakan siap bekerjasama, untuk mewujudkan sekolah aman dan menempuh
proses-proses selanjutnya.
Saat diskusi berlangsung, ada telepon masuk, yang ternyata dari kepala
sekolah SDN Kertasari 3. SDN Kertasari 3 ini letaknya menyatu dengan Kertasari
2. SD ini juga penerima DAK 2012, namun tidak termasuk SD yang didampingi tim.
Mendengar kedatangan Tim, kepala Sekolah ini antusias untuk turut bergabung,
karena SD-nya juga ingin mengikuti peraturan sekolah aman.
Tim kemudian
mengunjungi SD Kertasari 2 (dan 3), yang ternyata telah memulai proses pembongkaran
kelas seperti halnya SD Kertasari 1. Bahkan SD Kertasari 3 sudah membongkar
total atapnya, dan akan mengganti dengan rangka baja ringan. Baik Sd Kertasari 2
maupun 3, semua tukangnya sedang bekerja.
Kasus menarik bagi
tim adalah SD Kertasari 3. Meskipun bukan SD dampingan, tetapi justru Kepala
Sekolahnya sangat antusias ingin dibimbing oleh Tim. Beliau juga penasaran
karena mandornya menerapkan adanya kolom yang menyilang di setiap sudut
ruangan. Korpro Jabar, Bu Hana, heran juga. Karena sepertinya hal ini
berlebihan, kalau maksudnya untuk menjaga kekokohan ruang kelas. Namun dari
diskusi yang dilakukan, ternyata mandor tersebut membuat inovasi, karena bercermin
dari pengalaman tahun 2009. Tahun 2009 beliau menjadi tukang dari perbaikan
gedung sekolah, dengan dana bantuan dari Australia. Berdasarkan pengamatan
beliau, sekolah yang kena gempa tersebut justru terbelah di setiap sudut-sudut
ruangannya. Sehingga beliau melakukan inovasi menggunakan kolom silang
tersebut. Bu Hanapun manggut-manggut, karena hal itu masuk akal juga. Mandor
ini boleh juga...katanya dalam hati....
Untuk bangunan SD
Kertasari 2, bangunan tersebut merupakan peninggalan tahun 1980-an. Besi-besi
yang digunakan besar-besar, tidak seperti bangunan sekolah jaman sekarang.
Kuda-kuda atap pun lumayan kokoh, sebagian terbuat dari kayu kamper, yang kuat
dan tahan lama. Sehingga masukan tim, memang sebagian struktur masih sangat
kuat.
Tim mengakhiri
kunjungan sekitar pukul 14.00. dan pukul 18.00 mereka tiba kembali di kantor
dengan selamat.